Cara Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasal
29Dec
Cara Memeriksa Hidung & Sinus Paranasalis
Oleh : Muhammad al-Fatih II
Oleh : Muhammad al-Fatih II
Ø
Ada 8 cara yang dapat kita
lakukan untuk memeriksa keadaan hidung dan sinus paranasalis, yaitu :
·
Pemeriksaan dari luar : inspeksi,
palpasi, & perkusi.
·
Rinoskopia anterior.
·
Rinoskopia posterior.
·
Transiluminasi (diaphanoscopia).
·
X-photo rontgen.
·
Pungsi percobaan.
·
Biopsi.
1. Pemeriksaan Hidung & Sinus Paranasalis dari Luar
Ø
Ada 3 keadaan yang penting kita
perhatikan saat melakukan inspeksi hidung & sinus paranasalis, yaitu :
·
Kerangka dorsum nasi (batang
hidung).
·
Adanya luka, warna, udem &
ulkus nasolabial.
·
Bibir atas.
Ø
Ada 4 bentuk kerangka dorsum nasi
(batang hidung) yang dapat kita temukan pada inspeksi hidung & sinus
paranasalis, yaitu :
·
Lorgnet pada abses septum nasi.
·
Saddle nose pada lues.
·
Miring pada fraktur.
·
Lebar pada polip nasi.
·
Kulit pada ujung hidung yang
terlihat mengkilap, menandakan adanya udem di tempat tersebut.
Ø
Adanya maserasi pada bibir atas
dapat kita temukan saat melakukan inspeksi hidung & sinus paranalis.
Maserasi disebabkan oleh sekresi yang berasal dari sinusitis dan adenoiditis.
Ø
Ada 4 struktur yang penting kita
perhatikan saat melakukan palpasi hidung & sinus paranasalis, yaitu :
·
Dorsum nasi (batang hidung).
·
Ala nasi.
·
Regio frontalis sinus frontalis.
·
Fossa kanina.
·
Krepitasi dan deformitas dorsum
nasi (batang hidung) dapat kita temukan pada palpasi hidung. Deformitas dorsum
nasi merupakan tanda terjadinya fraktur os nasalis.
Ala nasi penderita terasa sangat sakit pada saat kita melakukan palpasi.
Tanda ini dapat kita temukan pada furunkel vestibulum nasi.
Ø
Ada 2 cara kita melakukan palpasi
pada regio frontalis sinus frontalis, yaitu :
Kita menekan lantai sinus
frontalis ke arah mediosuperior dengan tenaga optimal dan simetris (besar
tekanan sama antara sinus frontalis kiri dan kanan). Palpasi kita bernilai bila
kedua sinus frontalis tersebut memiliki reaksi yang berbeda. Sinus frontalis
yang lebih sakit berarti sinus tersebut patologis.
Kita menekan dinding anterior sinus frontalis ke arah medial dengan tenaga optimal dan simetris. Hindari menekan foramen supraorbitalis. Foramen supraorbitalis mengandung nervus supraorbitalis sehingga juga menimbulkan reaksi sakit pada penekanan. Penilaiannya sama dengan cara pertama diatas.
Palpasi fossa kanina kita peruntukkan buat interpretasi keadaan sinus maksilaris. Syarat dan penilaiannya sama seperti palpasi regio frontalis sinus frontalis. Hindari menekan foramen infraorbitalis karena terdapat nervus infraorbitalis.
Kita menekan dinding anterior sinus frontalis ke arah medial dengan tenaga optimal dan simetris. Hindari menekan foramen supraorbitalis. Foramen supraorbitalis mengandung nervus supraorbitalis sehingga juga menimbulkan reaksi sakit pada penekanan. Penilaiannya sama dengan cara pertama diatas.
Palpasi fossa kanina kita peruntukkan buat interpretasi keadaan sinus maksilaris. Syarat dan penilaiannya sama seperti palpasi regio frontalis sinus frontalis. Hindari menekan foramen infraorbitalis karena terdapat nervus infraorbitalis.
Perkusi pada regio frontalis
sinus frontalis dan fossa kanina kita lakukan apabila palpasi pada keduanya
menimbulkan reaksi hebat. Syarat-syarat perkusi sama dengan syarat-syarat
palpasi.
2. Rinoskopia Anterior
Ø
Ada 5 alat yang biasa kita
gunakan pada rinoskopia anterior, yaitu :
·
Cermin rinoskopi posterior.
·
Pipa penghisap.
·
Aplikator.
·
Pinset (angulair) dan bayonet
(lucae).
·
Spekulum hidung Hartmann.
·
Spekulum hidung Hartmann
bentuknya unik. Cara kita memakainya juga unik meliputi cara memegang,
memasukkan dan mengeluarkan.
Cara kita memegang spekulum
hidung Hartmann sebaiknya menggunakan tangan kiri dalam posisi horisontal.
Tangkainya yang kita pegang berada di lateral sedangkan mulutnya di medial.
Mulut spekulum inilah yang kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung)
pasien.
Cara kita memasukkan spekulum
hidung Hartmann yaitu mulutnya yang tertutup kita masukkan ke dalam kavum nasi
(lubang hidung) pasien. Setelah itu kita membukanya pelan-pelan di dalam kavum
nasi (lubang hidung) pasien.
Cara kita mengeluarkan spekulum
hidung Hartmann yaitu masih dalam kavum nasi (lubang hidung), kita menutup
mulut spekulum kira-kira 90%. Jangan menutup mulut spekulum 100% karena bulu
hidung pasien dapat terjepit dan tercabut keluar.
Ø
Ada 5 tahapan pemeriksaan hidung
pada rinoskopia anterior yang akan kita lakukan, yaitu :
·
Pemeriksaan vestibulum nasi.
·
Pemeriksaan kavum nasi bagian
bawah.
·
Fenomena palatum mole.
·
Pemeriksaan kavum nasi bagian
atas.
·
Pemeriksaan septum nasi.
·
Pemeriksaan Vestibulum Nasi pada
Rinoskopia Anterior
Ø
Sebelum menggunakan spekulum
hidung pada pemeriksaan vestibulum nasi, kita melakukan pemeriksaan pendahuluan
lebih dahulu. Ada 3 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan
pendahuluan ini, yaitu :
·
Posisi septum nasi.
·
Pinggir lubang hidung.
Ada-tidaknya krusta dan adanya warna merah.
·
Bibir atas. Adanya maserasi
terutama pada anak-anak.
·
Cara kita memeriksa posisi septum
nasi adalah mendorong ujung hidung pasien dengan menggunakan ibu jari.
Spekulum hidung kita gunakan pada
pemeriksaan vestibulum nasi berguna untuk melihat keadaan sisi medial, lateral,
superior dan inferior vestibulum nasi. Sisi medial vestibulum nasi dapat kita
periksa dengan cara mendorong spekulum ke arah medial. Untuk melihat sisi
lateral vestibulum nasi, kita mendorong spekulum ke arah lateral. Sisi superior
vestibulum nasi dapat terlihat lebih baik setelah kita mendorong spekulum ke
arah superior. Kita mendorong spekulum ke arah inferior untuk melihat lebih
jelas sisi inferior vestibulum nasi.
Saat melakukan pemeriksaan
vestibulum nasi menggunakan spekulum hidung, kita perhatikan ada tidaknya
sekret, krusta, bisul-bisul, atau raghaden.Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Bawah
pada Rinoskopia Anterior
Cara kita memeriksa kavum nasi
(lubang hidung) bagian bawah yaitu dengan mengarahkan cahaya lampu kepala ke
dalam kavum nasi (lubang hidung) yang searah dengan konka nasi media.
Ø
Ada 4 hal yang perlu kita
perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi (lubang hidung) bagian bawah, yaitu :
·
Warna mukosa dan konka nasi
inferior.
·
Besar lumen lubang hidung.
·
Lantai lubang hidung.
·
Deviasi septi yang berbentuk
krista dan spina.
·
Fenomena Palatum Mole Pada
Rinoskopia Anterior
Cara kita memeriksa ada tidaknya
fenomena palatum mole yaitu dengan mengarahkan cahaya lampu kepala ke dalam
dinding belakang nasofaring secara tegak lurus. Normalnya kita akan melihat
cahaya lampu yang terang benderang. Kemudian pasien kita minta untuk
mengucapkan “iii”.
Selain perubahan dinding belakang
nasofaring menjadi lebih gelap akibat gerakan palatum mole, bayangan gelap
dapat juga disebabkan cahaya lampu kepala tidak tegak lurus masuk ke dalam
dinding belakang nasofaring.
Setelah pasien mengucapkan “iii”,
palatum mole akan kembali bergerak ke bawah sehingga benda gelap akan
menghilang dan dinding belakang nasofaring akan terang kembali.
Fenomena palatum mole positif
bilamana palatum mole bergerak saat pasien mengucapkan “iii” dimana akan tampak
adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakang nasofaring
berubah menjadi lebih gelap. Sebaliknya, fenomena palatum mole negatif apabila
palatum mole tidak bergerak sehingga tidak tampak adanya benda gelap yang
bergerak ke atas dan dinding belakang nasofaring tetap terang benderang.
Ø
Fenomena palatum mole negatif
dapat kita temukan pada 4 kelainan, yaitu :
·
Paralisis palatum mole pada post
difteri.
·
Spasme palatum mole pada abses
peritonsil.
·
hipertrofi adenoid
·
Tumor nasofaring : karsinoma
nasofaring, abses retrofaring, dan adenoid.
·
Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian
Atas pada Rinoskopia Anterior
Ø
Cara kita memeriksa kavum nasi
(lubang hidung) bagian atas yaitu dengan mengarahkan cahaya lampu kepala ke
dalam kavum nasi (lubang hidung) bagian atas pasien.
Ø
Ada 4 hal yang penting kita
perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi (lubang hidung) bagian atas, yaitu :
·
Kaput konka nasi media.
·
Meatus nasi medius : pus dan
polip.
·
Septum nasi bagian atas : mukosa
dan deviasi septi.
·
Fissura olfaktorius.
·
Deviasi septi pada septum nasi
bagian atas bisa kita temukan sampai menekan konka nasi media pasien.
Pemeriksaan Septum Nasi pada Rinoskopia Anterior
Kita dapat menemukan septum nadi berbentuk krista, spina dan huruf S.
3. Rinoskopia Posterior
Prinsip kita dalam melakukan rinoskopia posterior adalah menyinari koane
dan dinding nasofaring dengan cahaya yang dipantulkan oleh cermin yang kita
tempatkan dalam nasofaring.
Syarat-syarat melakukan
rinoskopia posterior, yaitu :
Penempatan cermin. Harus ada
ruangan yang cukup luas dalam nasofaring untuk menempatkan cermin yang kita
masukkan melalui mulut pasien. Lidah pasien tetap berada dalam mulutnya. Kita
juga menekan lidah pasien ke bawah dengan bantuan spatula (spatel).
Penempatan cahaya. Harus ada jarak yang cukup lebar antara uvula dan faring milik pasien sehingga cahaya lampu yang terpantul melalui cermin dapat masuk dan menerangi nasofaring.
Penempatan cahaya. Harus ada jarak yang cukup lebar antara uvula dan faring milik pasien sehingga cahaya lampu yang terpantul melalui cermin dapat masuk dan menerangi nasofaring.
Cara bernapas.
Hendaknya pasien tetap bernapas melalui hidung.
Ø
Ada 4 alat dan bahan yang kita
gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :
·
Cermin kecil.
·
Spatula.
·
Lampu spritus.
·
Solusio tetrakain (- efedrin 1%).
Teknik-teknik yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :
Cermin kecil kita pegang dengan
tangan kanan. Sebelum memasukkan dan menempatkannya ke dalam nasofaring pasien,
kita terlebih dahulu memanaskan punggung cermin pada lampu spritus yang telah
kita nyalakan.
Minta pasien membuka mulutnya
lebar-lebar. Lidahnya ditarik ke dalam mulut, jangan digerakkan dan dikeraskan.
Bernapas melalui hidung.
Spatula kita pegang dengan tangan kiri. Ujung spatula kita tempatkan pada punggung lidah pasien di depan uvula. Punggung lidah kita tekan ke bawah di paramedian kanan lidah sehingga terbuka ruangan yang cukup luas untuk menempatkan cermin kecil dalam nasofaring pasien.
Spatula kita pegang dengan tangan kiri. Ujung spatula kita tempatkan pada punggung lidah pasien di depan uvula. Punggung lidah kita tekan ke bawah di paramedian kanan lidah sehingga terbuka ruangan yang cukup luas untuk menempatkan cermin kecil dalam nasofaring pasien.
Ø
Masukkan cermin kedalam faring
dan kita tempatkan antara faring dan palatum mole kanan pasien. Cermin lalu
kita sinari dengan menggunakan cahaya lampu kepala.
Khusus pasien yang sensitif, sebelum kita masukkan spatula, kita berikan lebih dahulu tetrakain 1% 3-4 kali dan tunggu ± 5 menit.
Khusus pasien yang sensitif, sebelum kita masukkan spatula, kita berikan lebih dahulu tetrakain 1% 3-4 kali dan tunggu ± 5 menit.
Ø
Ada 4 tahap pemeriksaan yang akan
kita lalui saat melakukan rinoskopia posterior, yaitu :
·
Tahap 1 : pemeriksaan tuba kanan.
·
Tahap 2 : pemeriksaan tuba kiri.
·
Tahap 3 : pemeriksaan atap
nasofaring.
·
Tahap 4 : pemeriksaan kauda konka
nasi inferior.
Posisi awal cermin berada di
paramedian yang akan memperlihatkan kepada kita keadaan kauda konka nasi media
kanan pasien. Tangkai cermin kita putar kemudian ke medial dan akan tampak
margo posterior septum nasi. Selanjutnya tangkai cermin kita putar ke kanan,
berturut-turut akan tampak konka nasi terutama kauda konka nasi inferior
(terbesar), kauda konka nasi superior, meatus nasi medius, ostium dan dinding
tuba.
Tahap 2 : Pemeriksaan Tuba Kiri
Tangkai cermin kita putar ke
medial, akan tampak kembali margo posterior septum nasi pasien. Tangkai cermin
terus kita putar ke kiri, akan tampak kauda konka nasi media kanan dan tuba
kanan.
Tahap 3 : Pemeriksaan Atap Nasofaring
Kembali kita putar tangkai cermin
ke medial. Tampak kembali margo posterior septum nasi pasien. Setelah itu kita
memeriksa atap nasofaring dengan cara memasukkan tangkai cermin sedikit lebih
dalam atau cermin agak lebih kita rendahkan.
Tahap 4 : Pemeriksaan Kauda Konka Nasi Inferior
Kita memeriksa kauda konka nasi
inferior dengan cara cermin sedikit ditinggikan atau tangkai cermin sedikit
direndahkan. Kauda konka nasi inferior biasanya tidak kelihatan kecuali
mengalami hipertrofi yang akan tampak seperti murbei (berdungkul-dungkul).
Ø
Ada 2 kelainan yang penting kita
perhatikan pada rinoskopia posterior, yaitu :
·
Peradangan. Misalnya pus pada
meatus nasi medius & meatus nasi superior, adenoiditis, dan ulkus pada
dinding nasofaring (tanda TBC).
Tumor. Misalnya poliposis dan karsinoma.
Tumor. Misalnya poliposis dan karsinoma.
Ada 3 sumber masalah pada rinoskopia posterior, yaitu :
·
Pihak pemeriksa : tekanan,
posisi, dan fiksasi spatula.
·
Pihak pasien : cara bernapas dan
refleks muntah.
·
Alat-alat : bahan spatula dan
suhu & posisi cermin.
Tekanan spatula yang kita berikan
terhadap punggung lidah pasien haruslah seoptimal mungkin. Tekanan yang terlalu
kuat akan menimbulkan sensasi nyeri pada diri pasien. Sebaliknya tekanan yang
terlalu lemah menyebabkan faring tidak terlihat jelas oleh pemeriksa.
Posisi spatula hendaknya kita
pertahankan pada tempat semula. Gerakan kepala pasien berpotensi menggeser
posisi spatula. Posisi spatula yang terlalu jauh ke pangkal lidah apalagi
sampai menyentuh dinding faring dapat menimbulkan refleks muntah.
Cara fiksasi spatula memiliki
keunikan tersendiri. Ibu jari pemeriksa berada dibawah spatula. Jari II dan III
berada diatas spatula. Jari IV kita tempatkan diatas dagu sedangkan jari V
dibawah dagu pasien.
Kesulitan yang menjadi tantangan
buat kita dari pemeriksaan rinoskopia posterior ini terletak pada koordinasi
yang kita jaga antara tangan kanan yang memegang cermin kecil, tangan kiri yang
memegang spatula, kepala dan posisi cahaya dari lampu kepala yang akan
menyinari cermin dalam faring, dan kejelian mata kita melihat bayangan pada
cermin kecil dalam faring.
Cara bernapas yang tidak seperti
biasa menjadi kendala tersendiri bagi pasien. Mereka harus bernapas melalui
hidung dengan posisi mulut yang terbuka. Ada beberapa pasien yang memiliki
refleks yang kuat terhadap perlakuan yang kita buat. Kita bisa memberikannya
tetrakain dan efedrin untuk mencegahnya.
Bahan spatula yang terbuat dari
logam dapat menimbulkan refleks pada beberapa pasien karena rasa logam yang
agak mengganggu di lidah.
Suhu cermin jangan terlalu panas
dan terlalu dingin. Cermin yang terlalu panas menimbulkan rasa nyeri sedangkan
cermin yang terlalu dingin menimbulkan kekaburan pada cermin yang mengganggu
penglihatan kita.
Posisi cermin jangan terlalu jauh
masuk ke dalam apalagi sampai menyentuh faring pasien. Refleks muntah dapat
timbul akibat kecerobohan kita ini.
4. Transiluminasi (Diaphanoscopia)
Entah mengapa cara pemeriksaan
sinus paranasalis – terutama sinus frontalis dan sinus maksilaris – ini belum
pernah saya saksikan sendiri. Penuturan dari teman-teman dan para pembimbing
juga belum pernah saya dengar.
Syarat melakukan pemeriksaan
transiluminasi (diaphanoscopia) adalah adanya ruangan yang gelap. Alat yang
kita gunakan berupa lampu listrik bertegangan 6 volt dan bertangkai panjang
(Heyman).
Pemeriksaan transiluminasi
(diaphanoscopia) kita gunakan untuk mengamati sinus frontalis dan sinus
maksilaris. Cara pemeriksaan kedua sinus tersebut tentu saja berbeda.
Cara melakukan pemeriksaan transiluminasi
(diaphanoscopia) pada sinus frontalis yaitu kita menyinari dan menekan lantai
sinus frontalis ke mediosuperior. Cahaya yang memancar ke depan kita tutup
dengan tangan kiri. Hasilnya sinus frontalis normal bilamana dinding depan
sinus frontalis tampak terang.
Ø
Ada 2 cara melakukan pemeriksaan
transiluminasi (diaphanoscopia) pada sinus maksilaris, yaitu :
·
Cara I. Mulut pasien kita minta
dibuka lebar-lebar. Lampu kita tekan pada margo inferior orbita ke arah
inferior. Cahaya yang memancar ke depan kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya
sinus maksilaris normal bilamana palatum durum homolateral berwarna terang.
·
Cara II. Mulut pasien kita minta
dibuka. Kita masukkan lampu yang telah diselubungi dengan tabung gelas ke dalam
mulut pasien. Mulut pasien kemudian kita tutup. Cahaya yang memancar dari mulut
dan bibir atas pasien, kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya dinding depan
dibawah orbita tampak bayangan terang berbentuk bulan sabit.
Penilaian pemeriksaan
transiluminasi (diaphanoscopia) berdasarkan adanya perbedaan sinus kiri dan
sinus kanan. Jika kedua sinus tampak terang, menandakan keduanya normal. Namun
khusus pasien wanita, hal itu bisa menandakan adanya cairan karena tipisnya
tulang mereka. Jika kedua sinus tampak gelap, menandakan keduanya normal.
Khusus pasien pria, kedua sinus yang gelap bisa akibat pengaruh tebalnya tulang
mereka.
5. X-Photo Rontgen
Untuk melihat sinus maksilaris, kita usulkan memakai posisi Water pada
X-photo rontgen. Hasil foto X dengan sinus gelap menunjukkan patologis.
Perhatikan batas sinus atau tulang, apakah masih utuh ataukah tidak.
6. Fungsi Percobaan
Pungsi percobaan hanya untuk pemeriksaan sinus maksilaris dengan
menggunakan troicart. Kita melakukannya melalui meatus nasi inferior. Hasilnya
jika keluar nanah atau sekret mukoid maka kita melanjutkannya dengan tindakan
irigasi sinus maksilaris.
7. Biopsi
Jaringan biopsi kita ambil dari sinus maksilaris melalui lubang pungsi di
meatus nasi inferior atau menggunakan Caldwell-Luc.
Daftar Pustaka
Prof. Dr. dr. Sardjono Soedjak, MHPEd, Sp.THT, dr. Sri Rukmini, Sp.THT, dr.
Sri Herawati, Sp.THT & dr. Sri Sukesi, Sp.THT. Teknik Pemeriksaan Telinga,
Hidung & Tenggorok. Jakarta : EGC. 2000.
0 komentar:
Posting Komentar